Sabtu, 19 Mei 2012

ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN


ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN
A.      LATAR BELAKANG
Tiap-tiap aliran filsafat bukanlah merupakan usaha mengakhiri perbedaan-perbedaan prinsipil dari suatu ajaran. Tetapi justru di dalam kebebasan memilih dan mengembangkan ide-ide filsafat itu, asas filosofis yang menghormati martabat kemanusiaan setiap orang tidak hanya teroritis adanya, melainkan praktis, dilaksanakan. Inilah satu bukti dan jaminan konkrit kebenaran-kebenaran filsafat yang asasi.
Jadi mengingkari kebebasan subyek, meniadakan eclecticisme bertentangan dengan asas-asas utama di dalam filsafat yang ideal. Dan ini perlahan-lahan tetapi pasti, membunuh perkembangan filsafat itu sendiri. Bahkan tidak adanya eclecticisme itu bertentangan dengan kodrat asasi pribadi manusia yang mengandung sifat-sifat individualitas dan sifat kepribadian yang unik.
Klasifikasi aliran-aliran filsafat pendidikan berdasarkan perbedaan-perbedaan teori dan praktek pendidikan yang menjadi ide pokok masing-masing filsafat tersebut. Demikian pula klasifikasi itu sendiri akan berbeda-beda menurut cara dan dasar yang menjadi kriteria dalam menetapkan klasifikasi itu. Misalnya ada yang membuat klasifikasi aliran filsafat pendidikan berdasarkan asas dichotomi yakni antara aliran progressive dan aliran conservative. Tetapi klasifikasi yang demikian sukar untuk menampung adanya kenyataan bahwa masing-masing aliran yang relatif banyak itu mempunyai pula segi-segi yang overlapping. Karena itu tak akan ada sifat yang murni bagi suatu aliran untuk digolongkan sebagai konservatif semata-mata, jika kita cukup jujur untuk melihat adanya unsur-unsur progressif di dalamnya. Itulah sebabnya, perlu kita sadari bahwa klasifikasi aliran-aliran filsafat itu harus didasarkan atas penelitian yang mendalam dan sangat hati-hati.[1]

B.       RUMUSAN MASALAH
1.       Apa pengertian filsafat  pendidikan?
2.      Apa sajakah aliran dalam filsafat pendidikan?


C.      PEMBAHASAN
1.        Pengertian Filsafat  Pendidikan
Menurut Al-Syaibany, filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan.[2] Menurut John Dewey, filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju ke arah tabi’at manusia, maka filsafat bisa juga diartikan sebagai teori umum pendidikan. Barnadib (1993 : 3) mempunyai versi pengertian atas filsafat pendidikan, yakni ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Menurut  seorang ahli filsafat Amerika Brubachen , filsafat pendidikan adalah seperti menaruh sebuah kereta di depan seekor kuda, dan filsafat dipandang sebagai bunga, bukan sebagai akar tunggal pendidikan.[3]
Dalam pengertian ini, pengungkapan bahwa filsafat pendidikan adalah yaitu hasil ketika cara pandang filsafat masuk dan mengambil objek pendidikan, menjadi pandangan yang keliru, terutama jika ia dilihat secara geneologis, terutama karena hal itu melahirkan kesan makna bahwa pendidikan adalah sesuatu hal yang sepenuhnya terpisah dari filsafat atau ia berada di luar filsafat. Oleh karena itu, jika filsafat pendidikan kita konsesi mesti didefinisikan sebagai filsafat terapan, dasar pijakan bersifat metodis di satu sisi. Sedangkan, di sisi yang lain, ia menegaskan bahwa pendidikan adalah sesuatu hal yang dipandang sebagai bidang yang sepenuhnya bukan filsafat atau di luar filsafat.
Dalam pengkritisan tersebut, istilah filsafat pendidikan selalu menjadi hal yang hanya bisa diterima dalam pengandaian metodis guna menunjuk upaya-upaya cara pandang filsafat untuk mengkaji ruang pendidikan atau tepatnya ruang upaya menusia secara umum di dalam membangun hidup dan kehidupannya untuk menjadi semakin baik dan berkualitas.
2.        Aliran dalam Filsafat Pendidikan
a.    Aliran Progressivisme
Progressivisme merupakan salah satu aliran filsafat pendidikan yang berkembang dengan pesat pada permulaan abad ke XX dan sangat berpengaruh dalam pembaharuan pendidikan.
Progressivisme dalam pandangannya selalu berhubungan dengan pengertian ‘the liberal roadto cultural´ yakni liberal dimaksudkan sebagai fleksibel (lentur dan tidak kaku), toleran dan bersikap terbuka, serta ingin mengetahui dan menyelidiki demi pengembangan pengalaman. Progressivisme disebut sebagai naturalisme yang mempunyai pandangan bahwa kenyataanyang sebenarnya adalah alam semesta ini (bukan kenyataan spiritual dari supernatural). Olehsebab itu akan dikaji lebih jauh bagaimana dasar konsep progressivisme yang terus berkembang, yang mana hasil tersebut akan menjadi bahan acuan pembaharuan-pembaharuan pendidikan dalam setiap bidangnya.
Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdirisendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun1918. Selama dua puluh tahunan merupakan suatu gerakan yang kuat di Amerika Serikat.Banyak guru yang ragu-ragu terhadap gerakan ini, karena guru telah mempelajari dan memahami filsafat Dewey, sebagai reaksi terhadap filsafat lainnya. Kaum progresif sendiri mengkritik filsafat Dewey.
Perubahan masyarakat yang dilontarkan oleh Dewey adalah perubahan secara evolusi, sedangkan kaum progresif mengharapkan perubahan yang sangatcepat, agar lebih cepat mencapai tujuan.Pada reaksinya menentang terhadap formalime dan sekolah tradisional yang membosankan, yang menekankan disiplin keras, belajar pasif, dan banyak hal-hal kecil yang tidak bermanfaatdalam pendidikan. Lebih jauh gerakan ini dikenal karena dengan imbauannya kepada guru-guru : ‘Kami mengharapkan perubahan, serta kemajuan yang lebih cepat setelah perang dunia pertama´. Banyak guru yang mendukungnya, sebab gerakan pendidikan progresivismemerupakan semacam kendaraan mutakhir, untuk digelarkan.Dengan melandanya ³adjusment´ pada tahun tiga puluhan, progresivisme melancarkangebrakannya dengan ide-ide perubahan sosial. Perubahan yang lebih diutamakan adalah perkembangan individual, yang mencakup berupa cita-cita, seperti ³cooperation´, ³sharing´,dan ³adjusment´, yaitu kerja sama dalam semua aspek kehidupan, turut ambil bagian(memberikan andil) dalam semua kegiatan, dan memiliki daya fleksibilitas untuk menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi.
Pada tahun 1944 gerakan ini dibubarkan dan memilih ganti nama menjadi ‘American Educational Fellowship´. Gerakan progresif mengalami kemunduran setelah Rusia berhasil meluncurkan satelit pertamanya,yaitu ‘Sputnik´. Selanjumya cara kerja dan perkumpulan ini lebih menunjukkan karya-karyaindividual, seperti George Axtelle, William O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B. Thomas,dan Frederick C. Neff.B.
Tokoh-tokoh Progresivisme (1.) William James (11 Januari 1842 ± 26 Agustus 1910) James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi organik, harusmempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup. Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuanalam. Jadi James menolong untuk membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan menempatkannya di atas dasar ilmu perilaku (2.) John Dewey (1859 ± 1952)John Dewey dalam mengemukakan teorinya berangkat dari filsafat pragmatisme yang diukur dengan setandar rasional. Teori Dewey tentang sekolah adalah ‘Progressivism´ yang lebihmenekankan pada anak didik dan minatnya daripada mata pelajarannya sendiri. Makamuncullah ‘Child Centered Curiculum´, dan ‘Child Centered School´. Progresivismemempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas. (3.) Hans Vaihinger (1852 ± 1933)Hans VaihingerMenurutnya tahu itu hanya mempunyai arti praktis. Persesuaian denganobyeknya tidak mungkin dibuktikan; satu-satunya ukuran bagi berpikir ialah gunanya (dalam bahasa Yunani Pragma) untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia. Segala pengertianitu sebenarnya buatan semata-mata. Jika pengertian itu berguna. untuk menguasai dunia, bolehlah dianggap benar, asal orang tahu saja bahwa kebenaran ini tidak lain kecualikekeliruan yang berguna saja.[4]

b.   Aliran Esensialisme
Esensialisme muncul pada zaman renaisans dngan ciri-ciri utamanya berbeda dengan progresivisme. Progresif mempunyai pandangan bahwa banyak hal itu mempunyai sifat yang serba fleksibel dan nilai-nilai itu berubah dan berkembang. Esensialisme menganggap bahwa dasar pijak fleksibilitas dalam segala bentukdapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, pelaksanaan yang kurang stabil dan tidak menentu.
Pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang bersifat demikian ini dapat menjadikan pendidikan itu sendiri kehilangan arah. Berkaitan dengan hal itu pendidikan haruslah bersendikan atas nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Agar dapat terpenuhi maksud tersebut nilai-ailai itu perlu dipilihyang mempunyai tata yang jelas danm telah teruji oleh waktu.
Esensialisme merupakan aliran yang ingin kembali kepada kebudayaan-kebudayaan lama yang warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikannya bagi kehidupan manusia. Esensialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah kepada keduniawian, serba ilmiah dan materialistic. Selain itu juga didasari oleh pandangan-pandangan dari penganut aliran idealisme dan realisme.
Esensialisme juga merupakan konsep yang meletakkan sebagian dari cirri alam piker modern[5]. Tokoh-tokohaliranesensialisme:Desiderius Eranus, JohanAmosComenius ,JohnLocke.
Esensialisme mempunyai tinjauan mengenai kebudayaan dan pendidikan yang berbeda dengan progresivisme. Kalau progresivisme menganggap pandangan bahwa banyak hal itu mempunyai sifat yang serba flesibel dan nilai-nilai itu berubah dan berkembang, essensialisme menanggap bahwa dasar pijak semacam ini kurang tepat. Dalam pendidikan, fleksibilitas dalam segala bentuk, dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-rubah, pelaksanaan yang kurang stabil dan tidak menentu.
Pendapat yang bersendikan atas nilai-nilai yang bersifat demikian ini dapat menjadikan pendidikan itu sendiri kehilangan arah. Berhubung dengan itu pendidikan haruslah bersendikan atas nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Agar dapat terpenuhi maksud tersebut nilai-nilai itu perlu dipilih yang mempunyai tata yang jelas dan yang telah teruji oleh waktu.
Pandangan mengenai pendidikan yang diutarakan disini bersifat umum, simplikatif dan selektif, dengan maksud agar semata-mata dpat memberikangambaran mengenai bagian-bagian utama dari esensialisme. Disamping itu karena tidak setiap filsuf idealis dan realis mempunyai faham esensialistis yang sistematis, maka uraian ini bersifat eklektik.
Esensialisme timbul karena adanya tantangan mengenai perlunya usaha emansipasi diri sendiri, sebagaimana dijalankan oleh para filsuf pada umumnya ditinjau dari sudut abad pertengahan. Usaha ini diisi dengan pandangan-pandangan yang bersifat menanggapi hidup yang mengarah kepada keduniaan, ilmiah dan teknologi, yang ciri-cirinya telah ada sejak zaman Renaisans.[6]

c.    Aliran Perenialisme
Perenialisme merupakan salah satu aliran dalam filsafat pendidikan yang lahir pada abad keduapuluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi atau kekal atau bersifat lestari. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang perubahan atau sesuatu yang baru yang diciptakan dari pandangangan progresivisme.
Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultural. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut dengan melihat nilai-nilai atau prinsip yang telah dijalankan pada masa lampau.
Mohammad Noor Syam mengemukakan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.[7]
Tugas utama pendidikan adalah mencerdaskan anak didik . Salah satu untuk mencerdaskan anak didik adalah dengan mempersiapkan diri anak mulai dasar. Persiapan dasar ini diperoleh dari pengetahuan tradisional seperti membaca, menulis dan berhitung.
Di samping mendapatkan pengetahuan dasar, anak didik juga diharapkan memiliki etika atau moral atau budi pekerti yang mulia yang sesuai dengan agama atau kepercayaan masing-masing. Dimana setiap agama akan memerintah
kan hidup mulia, hidup dengan berprilaku baik terhadap sesama, masyarakat, guru maupun orang tua. Akan tetapi dewasa ini telah terjadi krisis moral yang luar biasa yang menyebabkan anak didik berjalan semaunya sendiri tanpa melihat dasar-dasar atau prinsip-prinsip moral yang berlandaskan ajaran agama masing-masing. Dengan melihat kondisi ini maka kita perlu belajar ke masa lalu dimana para anak didik dengan hormatnya dan penuh rasa tanggung jawab terhadap tugasnya masing-masing. Prinsip inilah yang diinginkan oleh perenialisme.[8]
d.   Aliran Rekontruksionalisme[9]
Kata rekonstruksi dalam bahasa inggris reconstruct yang berarti menyusun kembali .dalam konteks filsafat pendidikan aliran rekonstruksionalisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern ,melalui lembaga dan proses pendidikan.
a)      Pandangan Rekonstruksionalisme Terhadap Pendidikan
Pandangan aliran filsafat pendidikan ini adalah pertama kali adalah kita harus mengeathui pengertian dari filsafat .filsafat adalah induk dari segala ilmu serta mencakup seluruh ilmu-ilmu khusus .filsafat bagi pendidikan adalah teori umum sehingga dapat menjadi pilar bagi bangunan dunia pendidikan yang berusaha memberdayakan setiap pribadi warga Negara untuk mengisi format kebudayaan bangsa yang diinginkan dan diwariskan .
Aliran rekonstruksionalisme pada prinsipnya sepahap dengan aliran perenialisme yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern .aliran ini berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas seluruh umat manusia atau bangsa .rekonstruksionalisme berusaha mencari kesempatan semua orang tentang tujuan utama yang dapat mangatur tata kehidupan manusia dalam suatu tata susunan baru seluruh lingkungan .menurut aliran ini filsafat di pandang lebih tinggi dari pada ilmu pendidikan ,yang mana pendidikan adalah sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru serta haruslah dapat menciptakan situasi yang edukatif yang pada hakikatnya akan dapat memberikan warna dan corak dari output yang dihasilkan sehingga keluarlah hasil berupa anak didik yang memiliki banyak kemapuan.
b)     Prinsip-prinsip yang menjadi landasan kerja Aliran Rekonstruksialisme yaitu:
  1. Memberikan kesempatan pendidikan yang sama kepada setiap anak, tanpa membedakan Ras, kepercayaan, atau latar belakang ekonomi
  2. Memberikan “pendidikan tinggi” –latihan akademik, professional, dan teknikal– kepada setiap mahasiswanya untuk dapat menyerap dan menggunakan ilmu dan teknologi yang diajarkan
  3. Memebuat sekolah-sekolah Amerika menjadi berperanan sangat penting sebagai satu bagian dari kehidupan nasional kita yang akan menarik karena para gurunya adalah laki-laki dan perempuan kita yang sangat bersemangat
  4. Menyusun sebuah program pemuda untuk usia 17-23 tahun untuk membawa mereka dan sekolah aktif menuju pada berpatisipasi dalam masyarakat orang dewasa
  5. Mengusahakan penggunaan penuh dari perlengkapan sekolah dalam waktu di luar sekolah untuk pertemuan-pertemuan pemuda, kegiatan-kegiatan masyarakat pendidikan orang dewasa
  6. Bekerjasama penuh dengan semua lembaga masyaraklat dan lemabaga social menuju sebuah masyarakat demopkratis yang sesungguhnya, tetapi dalam waktu yang bersamaan menjaga pendidkan yang bebas dari kekuasaan suatu kelompok atau kepentingan tertentu
  7. Terus memperluas penelitian dan eksperimentasi pendidikan
  8. Mengajak pemimpin-pemimpin masyarakat untuk menjadikan pendidikan sebagai bagian dari masyarakat dan masyarakat menjadi bagian dari sekolah. [10]
e.    Aliran Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat. Eksistensialisme mempersoalkan keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an itu dihadirkan lewat kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan dengan eksistensialisme adalah melulu soal kebebasan. Apakah kebebasan itu? bagaimanakah manusia yang bebas itu? dan sesuai dengan doktrin utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah bentuk determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri.
Dalam studi sekolahan filsafat eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul Sartre, yang terkenal dengan diktumnya "human is condemned to be free", manusia dikutuk untuk bebas, maka dengan kebebasannya itulah kemudian manusia bertindak. Pertanyaan yang paling sering muncul sebagai derivasi kebebasan eksistensialis adalah, sejauh mana kebebasan tersebut bebas? atau "dalam istilah orde baru", apakah eksistensialisme mengenal "kebebasan yang bertanggung jawab"? Bagi eksistensialis, ketika kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia, maka batasan dari kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu lain.
Namun, menjadi eksistensialis, bukan melulu harus menjadi seorang yang lain-daripada-yang-lain, sadar bahwa keberadaan dunia merupakan sesuatu yang berada diluar kendali manusia, tetapi bukan membuat sesuatu yang unik ataupun yang baru yang menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan adalah inti dari eksistensialisme. Sebagai contoh, mau tidak mau kita akan terjun ke berbagai profesi seperti dokter, desainer, insinyur, pebisnis dan sebagainya, tetapi yang dipersoalkan oleh eksistensialisme adalah, apakah kita menjadi dokter atas keinginan orang tua, atau keinginan sendiri.
Kaum eksistensialis menyarankan kita untuk membiarkan apa pun yang akan kita kaji. Baik itu benda, perasaaan, pikiran, atau bahkan eksistensi manusia itu sendiri untuk menampakkan dirinya pada kita. Hal ini dapat dilakukan dengan membuka diri terhadap pengalaman, dengan menerimanya, walaupun tidak sesuai dengan filsafat, teori, atau keyakinan kita.[11]


DAFTAR PUSTAKA
Mohammad Noor Syam. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. (Surabaya: Usaha Nasional, 1983)
Prof. Dr. H. Jalaluddin, Filsafat Pendidikan, Manusia, Filsafat dan Pendidikan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010)
Umar Muhammad Al Toumy Al Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam, (Surabaya: Bulan Bintang, 1979)
Zuhairini,Filsafat PendidikanIislam, (Jakarta: BUMI AKSARA , 1995)
http://blog.persimpangan.com/blog/2007/09/27/filafat-perenialisme/
http://em-ge.blogspot.com/2009/11/makalah-filsafat-pendidikan-islam_3629.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Eksistensialisme
http://kumpulanmakalahdanartikelpendidikan.blogspot.com/2011/01/aliran-esensialisme-dalam-filsafat.html
http://wulan-ghisya.blogspot.com/2009/01/aliran-pendidikan-perenialisme.html
http://www.scribd.com/doc/46847580/MAKALAH-FILSAFAT-PENDIDIKAN



[2] Umar Muhammad Al Toumy Al Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam, (Surabaya: Bulan Bintang, 1979)
[3] Prof. Dr. H. Jalaluddin, Filsafat Pendidikan, Manusia, Filsafat dan Pendidikan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010) hlm. 20

[4] http://www.scribd.com/doc/46847580/MAKALAH-FILSAFAT-PENDIDIKAN
[5] http://em-ge.blogspot.com/2009/11/makalah-filsafat-pendidikan-islam_3629.html
[6] http://kumpulanmakalahdanartikelpendidikan.blogspot.com/2011/01/aliran-esensialisme-dalam-filsafat.html
[7] http://blog.persimpangan.com/blog/2007/09/27/filafat-perenialisme/
[8] http://wulan-ghisya.blogspot.com/2009/01/aliran-pendidikan-perenialisme.html
[9] Zuhairini,Filsafat PendidikanIislam, (Jakarta: BUMI AKSARA , 1995)
[10] Mohammad Noor Syam. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. (Surabaya: Usaha Nasional, 1983) hlm.297

[11] http://id.wikipedia.org/wiki/Eksistensialisme

Tidak ada komentar:

Posting Komentar