ALIRAN DALAM
FILSAFAT PENDIDIKAN
A.
LATAR BELAKANG
Tiap-tiap aliran filsafat bukanlah
merupakan usaha mengakhiri perbedaan-perbedaan prinsipil dari suatu ajaran.
Tetapi justru di dalam kebebasan memilih dan mengembangkan ide-ide filsafat
itu, asas filosofis yang menghormati martabat kemanusiaan setiap orang tidak
hanya teroritis adanya, melainkan praktis, dilaksanakan. Inilah satu bukti dan
jaminan konkrit kebenaran-kebenaran filsafat yang asasi.
Jadi mengingkari kebebasan subyek,
meniadakan eclecticisme bertentangan dengan asas-asas utama di dalam filsafat
yang ideal. Dan ini perlahan-lahan tetapi pasti, membunuh perkembangan filsafat
itu sendiri. Bahkan tidak adanya eclecticisme itu bertentangan dengan kodrat
asasi pribadi manusia yang mengandung sifat-sifat individualitas dan sifat
kepribadian yang unik.
Klasifikasi aliran-aliran filsafat
pendidikan berdasarkan perbedaan-perbedaan teori dan praktek pendidikan yang
menjadi ide pokok masing-masing filsafat tersebut. Demikian pula klasifikasi
itu sendiri akan berbeda-beda menurut cara dan dasar yang menjadi kriteria
dalam menetapkan klasifikasi itu. Misalnya ada yang membuat klasifikasi aliran
filsafat pendidikan berdasarkan asas dichotomi yakni antara aliran progressive
dan aliran conservative. Tetapi klasifikasi yang demikian sukar untuk menampung
adanya kenyataan bahwa masing-masing aliran yang relatif banyak itu mempunyai
pula segi-segi yang overlapping. Karena itu tak akan ada sifat yang murni bagi
suatu aliran untuk digolongkan sebagai konservatif semata-mata, jika kita cukup
jujur untuk melihat adanya unsur-unsur progressif di dalamnya. Itulah sebabnya,
perlu kita sadari bahwa klasifikasi aliran-aliran filsafat itu harus didasarkan
atas penelitian yang mendalam dan sangat hati-hati.[1]
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian filsafat pendidikan?
2. Apa
sajakah aliran dalam filsafat pendidikan?
C.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Filsafat Pendidikan
Menurut Al-Syaibany,
filsafat
pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan
filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan proses
pendidikan.[2] Menurut
John Dewey, filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan
kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual)
maupun daya perasaan (emosional), menuju ke arah tabi’at manusia, maka filsafat
bisa juga diartikan sebagai teori umum pendidikan. Barnadib
(1993 : 3) mempunyai versi pengertian atas filsafat pendidikan, yakni ilmu yang
pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang
pendidikan. Menurut seorang ahli filsafat Amerika Brubachen , filsafat
pendidikan adalah seperti menaruh sebuah kereta di depan seekor kuda, dan
filsafat dipandang sebagai bunga, bukan sebagai akar tunggal pendidikan.[3]
Dalam
pengertian ini, pengungkapan bahwa filsafat pendidikan adalah yaitu hasil ketika
cara pandang filsafat masuk dan mengambil objek pendidikan, menjadi pandangan
yang keliru, terutama jika ia dilihat secara geneologis, terutama karena hal
itu melahirkan kesan makna bahwa pendidikan adalah sesuatu hal yang sepenuhnya
terpisah dari filsafat atau ia berada di luar filsafat. Oleh karena itu, jika
filsafat pendidikan kita konsesi mesti didefinisikan sebagai filsafat terapan,
dasar pijakan bersifat metodis di satu sisi. Sedangkan, di sisi yang lain, ia
menegaskan bahwa pendidikan adalah sesuatu hal yang dipandang sebagai bidang
yang sepenuhnya bukan filsafat atau di luar filsafat.
Dalam
pengkritisan tersebut, istilah “filsafat
pendidikan” selalu menjadi hal yang hanya bisa diterima dalam
pengandaian metodis guna menunjuk upaya-upaya cara pandang filsafat untuk
mengkaji ruang pendidikan atau tepatnya ruang upaya menusia secara umum di
dalam membangun hidup dan kehidupannya untuk menjadi semakin baik dan
berkualitas.
2.
Aliran dalam
Filsafat Pendidikan
a.
Aliran
Progressivisme
Progressivisme merupakan salah satu aliran filsafat
pendidikan yang berkembang dengan pesat pada permulaan abad ke XX dan
sangat berpengaruh dalam pembaharuan pendidikan.
Progressivisme dalam pandangannya selalu berhubungan dengan
pengertian ‘the liberal roadto cultural´ yakni liberal dimaksudkan sebagai
fleksibel (lentur dan tidak kaku), toleran dan bersikap terbuka, serta
ingin mengetahui dan menyelidiki demi pengembangan pengalaman. Progressivisme
disebut sebagai naturalisme yang mempunyai pandangan bahwa kenyataanyang sebenarnya
adalah alam semesta ini (bukan kenyataan spiritual dari supernatural).
Olehsebab itu akan dikaji lebih jauh bagaimana dasar konsep progressivisme yang
terus berkembang, yang mana hasil tersebut akan menjadi bahan acuan
pembaharuan-pembaharuan pendidikan dalam setiap bidangnya.
Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau
aliran filsafat yang berdirisendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan
perkumpulan yang didirikan pada tahun1918. Selama dua puluh tahunan merupakan
suatu gerakan yang kuat di Amerika Serikat.Banyak guru yang ragu-ragu terhadap
gerakan ini, karena guru telah mempelajari dan memahami filsafat Dewey, sebagai
reaksi terhadap filsafat lainnya. Kaum progresif sendiri mengkritik filsafat
Dewey.
Perubahan masyarakat yang dilontarkan oleh Dewey
adalah perubahan secara evolusi, sedangkan kaum progresif mengharapkan
perubahan yang sangatcepat, agar lebih cepat mencapai tujuan.Pada reaksinya
menentang terhadap formalime dan sekolah tradisional yang membosankan, yang menekankan
disiplin keras, belajar pasif, dan banyak hal-hal kecil yang tidak
bermanfaatdalam pendidikan. Lebih jauh gerakan ini dikenal karena dengan
imbauannya kepada guru-guru : ‘Kami mengharapkan perubahan, serta kemajuan yang
lebih cepat setelah perang dunia pertama´. Banyak guru yang mendukungnya,
sebab gerakan pendidikan progresivismemerupakan semacam kendaraan mutakhir,
untuk digelarkan.Dengan melandanya ³adjusment´ pada tahun tiga puluhan,
progresivisme melancarkangebrakannya dengan ide-ide perubahan sosial. Perubahan
yang lebih diutamakan adalah perkembangan individual, yang mencakup berupa
cita-cita, seperti ³cooperation´, ³sharing´,dan ³adjusment´, yaitu kerja sama
dalam semua aspek kehidupan, turut ambil bagian(memberikan andil) dalam semua
kegiatan, dan memiliki daya fleksibilitas untuk menyesuaikan dengan
perubahan-perubahan yang terjadi.
Pada tahun 1944 gerakan ini dibubarkan dan memilih ganti
nama menjadi ‘American Educational Fellowship´. Gerakan progresif
mengalami kemunduran setelah Rusia berhasil meluncurkan satelit
pertamanya,yaitu ‘Sputnik´. Selanjumya cara kerja dan perkumpulan ini lebih
menunjukkan karya-karyaindividual, seperti George Axtelle, William O. Stanley,
Ernest Bayley, Lawrence B. Thomas,dan Frederick C. Neff.B.
Tokoh-tokoh Progresivisme (1.) William James (11 Januari
1842 ± 26 Agustus 1910) James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti
juga aspek dari eksistensi organik, harusmempunyai fungsi biologis dan nilai
kelanjutan hidup. Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu
dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuanalam.
Jadi James menolong untuk membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan
menempatkannya di atas dasar ilmu perilaku (2.) John Dewey (1859 ± 1952)John
Dewey dalam mengemukakan teorinya berangkat dari filsafat pragmatisme yang
diukur dengan setandar rasional. Teori Dewey tentang sekolah adalah
‘Progressivism´ yang lebihmenekankan pada anak didik dan minatnya daripada mata
pelajarannya sendiri. Makamuncullah ‘Child Centered Curiculum´, dan ‘Child
Centered School´. Progresivismemempersiapkan anak masa kini dibanding masa
depan yang belum jelas. (3.) Hans Vaihinger (1852 ± 1933)Hans
VaihingerMenurutnya tahu itu hanya mempunyai arti praktis. Persesuaian
denganobyeknya tidak mungkin dibuktikan; satu-satunya ukuran bagi berpikir
ialah gunanya (dalam bahasa Yunani Pragma) untuk mempengaruhi
kejadian-kejadian di dunia. Segala pengertianitu sebenarnya buatan semata-mata.
Jika pengertian itu berguna. untuk menguasai dunia, bolehlah dianggap
benar, asal orang tahu saja bahwa kebenaran ini tidak lain kecualikekeliruan
yang berguna saja.[4]
b.
Aliran
Esensialisme
Esensialisme muncul pada zaman
renaisans dngan ciri-ciri utamanya berbeda dengan progresivisme. Progresif
mempunyai pandangan bahwa banyak hal itu mempunyai sifat yang serba fleksibel
dan nilai-nilai itu berubah dan berkembang. Esensialisme menganggap bahwa dasar
pijak fleksibilitas dalam segala bentukdapat menjadi sumber timbulnya pandangan
yang berubah-ubah, pelaksanaan yang kurang stabil dan tidak menentu.
Pendidikan yang bersendikan atas
nilai-nilai yang bersifat demikian ini dapat menjadikan pendidikan itu sendiri
kehilangan arah. Berkaitan dengan hal itu pendidikan haruslah bersendikan atas
nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Agar dapat terpenuhi maksud
tersebut nilai-ailai itu perlu dipilihyang mempunyai tata yang jelas danm telah
teruji oleh waktu.
Esensialisme merupakan aliran yang
ingin kembali kepada kebudayaan-kebudayaan lama yang warisan sejarah yang telah
membuktikan kebaikan-kebaikannya bagi kehidupan manusia. Esensialisme didasari
atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah
kepada keduniawian, serba ilmiah dan materialistic. Selain itu juga didasari
oleh pandangan-pandangan dari penganut aliran idealisme dan realisme.
Esensialisme juga merupakan konsep yang meletakkan sebagian dari cirri alam piker modern[5]. Tokoh-tokohaliranesensialisme:Desiderius Eranus, JohanAmosComenius ,JohnLocke.
Esensialisme juga merupakan konsep yang meletakkan sebagian dari cirri alam piker modern[5]. Tokoh-tokohaliranesensialisme:Desiderius Eranus, JohanAmosComenius ,JohnLocke.
Esensialisme mempunyai tinjauan mengenai
kebudayaan dan pendidikan yang berbeda dengan progresivisme. Kalau
progresivisme menganggap pandangan bahwa banyak hal itu mempunyai sifat yang
serba flesibel dan nilai-nilai itu berubah dan berkembang, essensialisme
menanggap bahwa dasar pijak semacam ini kurang tepat. Dalam pendidikan,
fleksibilitas dalam segala bentuk, dapat menjadi sumber timbulnya pandangan
yang berubah-rubah, pelaksanaan yang kurang stabil dan tidak menentu.
Pendapat yang bersendikan atas
nilai-nilai yang bersifat demikian ini dapat menjadikan pendidikan itu sendiri
kehilangan arah. Berhubung dengan itu pendidikan haruslah bersendikan atas
nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Agar dapat terpenuhi maksud
tersebut nilai-nilai itu perlu dipilih yang mempunyai tata yang jelas dan yang
telah teruji oleh waktu.
Pandangan mengenai pendidikan yang
diutarakan disini bersifat umum, simplikatif dan selektif, dengan maksud agar
semata-mata dpat memberikangambaran mengenai bagian-bagian utama dari
esensialisme. Disamping itu karena tidak setiap filsuf idealis dan realis
mempunyai faham esensialistis yang sistematis, maka uraian ini bersifat
eklektik.
Esensialisme timbul karena adanya
tantangan mengenai perlunya usaha emansipasi diri sendiri, sebagaimana
dijalankan oleh para filsuf pada umumnya ditinjau dari sudut abad pertengahan.
Usaha ini diisi dengan pandangan-pandangan yang bersifat menanggapi hidup yang
mengarah kepada keduniaan, ilmiah dan teknologi, yang ciri-cirinya telah ada
sejak zaman Renaisans.[6]
c.
Aliran
Perenialisme
Perenialisme merupakan salah satu
aliran dalam filsafat pendidikan yang lahir pada abad keduapuluh. Perenialisme
berasal dari kata perennial yang berarti abadi atau kekal atau bersifat
lestari. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif.
Perenialisme menentang perubahan atau sesuatu yang baru yang diciptakan dari
pandangangan progresivisme.
Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultural. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut dengan melihat nilai-nilai atau prinsip yang telah dijalankan pada masa lampau.
Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultural. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut dengan melihat nilai-nilai atau prinsip yang telah dijalankan pada masa lampau.
Mohammad Noor Syam mengemukakan
pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat
perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme
memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan
manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.[7]
Tugas utama pendidikan adalah
mencerdaskan anak didik . Salah satu untuk mencerdaskan anak didik adalah
dengan mempersiapkan diri anak mulai dasar. Persiapan dasar ini diperoleh dari
pengetahuan tradisional seperti membaca, menulis dan berhitung.
Di samping mendapatkan pengetahuan dasar, anak didik juga diharapkan memiliki etika atau moral atau budi pekerti yang mulia yang sesuai dengan agama atau kepercayaan masing-masing. Dimana setiap agama akan memerintah kan hidup mulia, hidup dengan berprilaku baik terhadap sesama, masyarakat, guru maupun orang tua. Akan tetapi dewasa ini telah terjadi krisis moral yang luar biasa yang menyebabkan anak didik berjalan semaunya sendiri tanpa melihat dasar-dasar atau prinsip-prinsip moral yang berlandaskan ajaran agama masing-masing. Dengan melihat kondisi ini maka kita perlu belajar ke masa lalu dimana para anak didik dengan hormatnya dan penuh rasa tanggung jawab terhadap tugasnya masing-masing. Prinsip inilah yang diinginkan oleh perenialisme.[8]
Di samping mendapatkan pengetahuan dasar, anak didik juga diharapkan memiliki etika atau moral atau budi pekerti yang mulia yang sesuai dengan agama atau kepercayaan masing-masing. Dimana setiap agama akan memerintah kan hidup mulia, hidup dengan berprilaku baik terhadap sesama, masyarakat, guru maupun orang tua. Akan tetapi dewasa ini telah terjadi krisis moral yang luar biasa yang menyebabkan anak didik berjalan semaunya sendiri tanpa melihat dasar-dasar atau prinsip-prinsip moral yang berlandaskan ajaran agama masing-masing. Dengan melihat kondisi ini maka kita perlu belajar ke masa lalu dimana para anak didik dengan hormatnya dan penuh rasa tanggung jawab terhadap tugasnya masing-masing. Prinsip inilah yang diinginkan oleh perenialisme.[8]
d.
Aliran
Rekontruksionalisme[9]
Kata rekonstruksi dalam bahasa inggris reconstruct yang
berarti menyusun kembali .dalam konteks filsafat pendidikan aliran
rekonstruksionalisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan
lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern ,melalui
lembaga dan proses pendidikan.
a)
Pandangan Rekonstruksionalisme Terhadap Pendidikan
Pandangan aliran filsafat pendidikan ini adalah pertama kali
adalah kita harus mengeathui pengertian dari filsafat .filsafat adalah induk
dari segala ilmu serta mencakup seluruh ilmu-ilmu khusus .filsafat bagi
pendidikan adalah teori umum sehingga dapat menjadi pilar bagi bangunan dunia
pendidikan yang berusaha memberdayakan setiap pribadi warga Negara untuk
mengisi format kebudayaan bangsa yang diinginkan dan diwariskan .
Aliran rekonstruksionalisme pada prinsipnya sepahap dengan
aliran perenialisme yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern .aliran
ini berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas seluruh umat
manusia atau bangsa .rekonstruksionalisme berusaha mencari kesempatan semua
orang tentang tujuan utama yang dapat mangatur tata kehidupan manusia dalam
suatu tata susunan baru seluruh lingkungan .menurut aliran ini filsafat di
pandang lebih tinggi dari pada ilmu pendidikan ,yang mana pendidikan adalah
sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru serta haruslah
dapat menciptakan situasi yang edukatif yang pada hakikatnya akan dapat
memberikan warna dan corak dari output yang dihasilkan sehingga keluarlah hasil
berupa anak didik yang memiliki banyak kemapuan.
b)
Prinsip-prinsip yang menjadi landasan kerja Aliran Rekonstruksialisme yaitu:
- Memberikan
kesempatan pendidikan yang sama kepada setiap anak, tanpa membedakan Ras,
kepercayaan, atau latar belakang ekonomi
- Memberikan
“pendidikan tinggi” –latihan akademik, professional, dan teknikal– kepada
setiap mahasiswanya untuk dapat menyerap dan menggunakan ilmu dan
teknologi yang diajarkan
- Memebuat
sekolah-sekolah Amerika menjadi berperanan sangat penting sebagai satu bagian
dari kehidupan nasional kita yang akan menarik karena para gurunya adalah
laki-laki dan perempuan kita yang sangat bersemangat
- Menyusun
sebuah program pemuda untuk usia 17-23 tahun untuk membawa mereka dan
sekolah aktif menuju pada berpatisipasi dalam masyarakat orang dewasa
- Mengusahakan
penggunaan penuh dari perlengkapan sekolah dalam waktu di luar sekolah
untuk pertemuan-pertemuan pemuda, kegiatan-kegiatan masyarakat pendidikan
orang dewasa
- Bekerjasama
penuh dengan semua lembaga masyaraklat dan lemabaga social menuju sebuah
masyarakat demopkratis yang sesungguhnya, tetapi dalam waktu yang
bersamaan menjaga pendidkan yang bebas dari kekuasaan suatu kelompok atau
kepentingan tertentu
- Terus
memperluas penelitian dan eksperimentasi pendidikan
- Mengajak
pemimpin-pemimpin masyarakat untuk menjadikan pendidikan sebagai bagian
dari masyarakat dan masyarakat menjadi bagian dari sekolah. [10]
e.
Aliran
Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa
memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar.
Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar,
tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan
karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya
benar.
Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam
filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat. Eksistensialisme mempersoalkan
keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an itu dihadirkan lewat kebebasan.
Pertanyaan utama yang berhubungan dengan eksistensialisme adalah melulu soal
kebebasan. Apakah kebebasan itu? bagaimanakah manusia yang bebas itu? dan
sesuai dengan doktrin utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme menolak
mentah-mentah bentuk determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan itu
sendiri.
Dalam studi sekolahan filsafat eksistensialisme paling
dikenal hadir lewat Jean-Paul Sartre, yang terkenal dengan diktumnya
"human is condemned to be free", manusia dikutuk untuk bebas, maka
dengan kebebasannya itulah kemudian manusia bertindak. Pertanyaan yang paling
sering muncul sebagai derivasi kebebasan eksistensialis adalah, sejauh mana
kebebasan tersebut bebas? atau "dalam istilah orde baru", apakah
eksistensialisme mengenal "kebebasan yang bertanggung jawab"? Bagi
eksistensialis, ketika kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia,
maka batasan dari kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu
lain.
Namun, menjadi eksistensialis, bukan melulu harus menjadi
seorang yang lain-daripada-yang-lain, sadar bahwa keberadaan dunia merupakan
sesuatu yang berada diluar kendali manusia, tetapi bukan membuat sesuatu yang
unik ataupun yang baru yang menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat
sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya
dimasa depan adalah inti dari eksistensialisme. Sebagai contoh, mau tidak mau
kita akan terjun ke berbagai profesi seperti dokter, desainer, insinyur,
pebisnis dan sebagainya, tetapi yang dipersoalkan oleh eksistensialisme adalah,
apakah kita menjadi dokter atas keinginan orang tua, atau keinginan sendiri.
Kaum eksistensialis menyarankan kita untuk membiarkan apa
pun yang akan kita kaji. Baik itu benda, perasaaan, pikiran, atau bahkan
eksistensi manusia itu sendiri untuk menampakkan dirinya pada kita. Hal ini
dapat dilakukan dengan membuka diri terhadap pengalaman, dengan menerimanya, walaupun tidak sesuai
dengan filsafat, teori, atau keyakinan kita.[11]
DAFTAR
PUSTAKA
Mohammad Noor Syam. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat
Pendidikan Pancasila. (Surabaya: Usaha Nasional, 1983)
Prof. Dr. H. Jalaluddin, Filsafat
Pendidikan, Manusia, Filsafat dan Pendidikan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2010)
Umar Muhammad Al Toumy Al
Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam, (Surabaya: Bulan Bintang, 1979)
Zuhairini,Filsafat PendidikanIislam, (Jakarta:
BUMI AKSARA , 1995)
http://blog.persimpangan.com/blog/2007/09/27/filafat-perenialisme/
http://em-ge.blogspot.com/2009/11/makalah-filsafat-pendidikan-islam_3629.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Eksistensialisme
http://kumpulanmakalahdanartikelpendidikan.blogspot.com/2011/01/aliran-esensialisme-dalam-filsafat.html
http://wulan-ghisya.blogspot.com/2009/01/aliran-pendidikan-perenialisme.html
http://www.scribd.com/doc/46847580/MAKALAH-FILSAFAT-PENDIDIKAN
[2] Umar Muhammad Al Toumy Al Syaibani, Filsafat
Pendidikan Islam, (Surabaya: Bulan Bintang, 1979)
[3] Prof. Dr. H. Jalaluddin, Filsafat Pendidikan,
Manusia, Filsafat dan Pendidikan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010) hlm. 20
[4]
http://www.scribd.com/doc/46847580/MAKALAH-FILSAFAT-PENDIDIKAN
[5]
http://em-ge.blogspot.com/2009/11/makalah-filsafat-pendidikan-islam_3629.html
[6]
http://kumpulanmakalahdanartikelpendidikan.blogspot.com/2011/01/aliran-esensialisme-dalam-filsafat.html
[7]
http://blog.persimpangan.com/blog/2007/09/27/filafat-perenialisme/
[8]
http://wulan-ghisya.blogspot.com/2009/01/aliran-pendidikan-perenialisme.html
[9]
Zuhairini,Filsafat PendidikanIislam, (Jakarta:
BUMI AKSARA , 1995)
[10]
Mohammad Noor Syam. Filsafat
Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. (Surabaya: Usaha Nasional, 1983)
hlm.297
[11]
http://id.wikipedia.org/wiki/Eksistensialisme
Tidak ada komentar:
Posting Komentar